Pariwisata Berkelanjutan di Taman Nasional Togean Provinsi Sulawesi Tengah



BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
    Taman Nasional Kepulauan Togean adalah sebuah sebuah taman nasional di Kepulauan Togean yang terletak di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah yang diresmikan pada tahun 2004. Secara administrasi wilayah ini berada di Kabupaten Tojo Una-una.
Sumber :  muhammadisal.wordpress.com
Kepulauan ini dikenal kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. Beberapa aksi wisata yang dapat dilakukan di Kepulauan Togean antara lain: menyelam dan snorkelling di Pulau Kadidiri, memancing ,menjelajah alam hutan yang ada di dalam hutan yang ada di Pulau Malenge, serta mengunjungi gunung Colo di Pulau Una-una. Wisatawan juga bisa mengunjungi pemukiman orang Bajo di Kabalutan.
Dibentuk oleh aktivitas vulkanis, pulau ini ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan yang subur dan rimbun, serta dikelilingi oleh formasi bukit karang. Batu karang dan pantai menyediakan tempat bagi beberapa binatang laut untuk tinggal dan berkembang biak, seperti kura-kura hijau.

    Kepulauan Togean merupakan ekosistem pulau-pulau kecil yang sangat strategis di Teluk Tomini dan secara sosial ekonomi mendukung wilayah daratan di sekitarnya, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Hal ini akan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap terumbu karang yang ada di Kepulauan Togean sehingga perlu dilakukan upaya pengelolaan yang terpadu dan lestari.
Untuk menuju ke kepulauan Togean dapat ditempuh dengan cara:
  1. Dari Palu ke Ampana via Poso (375 kilometer) dengan bis atau mencarter mobil, kemudian dengan perahu dari Ampana ke Wakai dan Malenge dengan jadwal rutin setiap hari, berangkat jam 10.00 - 11.00 pagi.
  2. Dari Gorontalo, naik mobil ke Marisa, selanjutnya naik perahu ke Dolong atau Wakai.


1.2 Rumusan Masalah
1.  Bagaimana keadaan umum taman nasional kepulauan togean?
2. Apa saja masalah-masalah yang timbul  di daerah tujuan wisata tersebut?
3. Bagaimana mengatasi masalah-masalah tersebut?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Umum
A. Letak Geografis
    Taman Nasional Kepulauan Togean merupakan kepulauan yang terletak dalam zona transisi garis Wallace dan Weber dan merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang melintang di tengah Teluk Tomini, kawasan TNKT terletak pada koordinat 00o07’43’’-00o65’06” LS dan 121o.51’63’’-1220.44’00” BT, memanjang sekitar 102,7 km, dengan luas daratan kurang lebih 755,4 km2, yang terdiri dari kurang lebih 66 pulau besar dan kecil. Pulau Unauna, Batudaka, Togean, Talatakoh, Waleakodi dan Waleabahi merupakan pulau-pulau besarnya.
Sumber : Wikipedia
Luas dan status Taman Nasional Kepulauan Togean yang terletak di Kabupaten Tojo Una-una didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.418/Menhut-II/2004 tentang: “Perubahan fungsi kawasan hutan dan penunjukan kawasan perairan seluas ± 362.605 (tiga ratus enam puluh dua ribu enam ratus lima) hektare, terdiri dari hutan lindung seluas ± 10.659 (sepuluh ribu enam ratus lima puluh sembilan) hektare, hutan produksi terbatas seluas ± 193 (seratus sembilan puluh tiga) hektare, hutan produksi tetap seluas ± 11.759 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh sembilan) hektare, hutan produksi yang dapat dikonversi seluas ± 3.221 (tiga ribu dua ratus dua puluh satu) hektare dan perairan laut seluas ± 336.773 hektaree, terletak di Kabupaten Tojo Unauna, Provinsi Sulawesi Tengah menjadi Taman Nasional Kepulauan Togean“.
B. Potensi Sumber Daya Alam di Kepulauan Togean
    Hasil survei Marine Rapid Assessment Program (MRAP) oleh Conservation International Indonesia (CII) tahun 1998 di Kepulauan Togean dan Banggai menunjukkan bahwa kepulauan Togean merupakan salah satu bagian ekosistem terumbu karang penting dari ‘coral triangle’ yang meliputi wilayah Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Jepang dan Australia. Terumbu karang di Kepulauan Togean kaya akan keanekaragaman hayati laut dengan 4 type terumbu karang : karang tepi (fringing reef), karang penghalang (barrier reef), karang tompok (patch reef), dan karang cincin (atoll).


Sumber : google
Hasil Marine RAP mencatat dan 262 spesies karang yang tergolong kedalam 19 Familia pada 25 titik terumbu karang yang tersebar di Kepulauan Togean. Hasil Marine RAP juga mencatat adanya jenis karang endemik Togean, yaitu Accropora togeanensis pada 11 titik pengamatan terumbu karang. Enam jenis karang baru juga ditemukan di Kepulauan Togean dan Banggai yaitu masing-masing satu jenis dari genus Acropora, Porites, Leptoseris, Echinophyllia dan 2 jenis dari genus Galaxea. Jenis ikan terumbu karang tercatat 596 spesies ikan yang termasuk dalam 62 Familia. Jenis Paracheilinus togeanensis dan Ecsenius sp diduga kuat merupakan endemik yang hanya bisa ditemukan di Kepulauan Togean. Selain itu juga tercatat 555 spesies moluska dari 103 famili, 336 jenis Gastropoda, 211 jenis Bivalvia, 2 jenis Cephalopoda, 2 jenis Scaphopoda dan 4 jenis Chiton.
Kawasan TNKT memiliki beberapa Obyek Wisata Alam (OWA), terumbu karang, pegunungan, dan mangrove. Ketiga OWA dimaksud memungkinkan membuka peluang pemanfaatannya melalui Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA). Namun, pemanfataan wisata di kawasan ini masih sangat terbatas.
2.2 Masalah-masalah yang Timbul

1.      Sarana Prasarana

       Kurangnya perhatian pemerintah dalam membangun sarana serta prasarana yang ada di kepulauan togean membuat pulau ini, khususnya pulau kadidiri dikelola oleh investor asing yang telah membangun dua resort bagi wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Sehingga menimbulkan kebocoran pariwisata (Leakage in Tourism) yang mana keuntungan usaha dan investasi mereka akan mendorong uang mereka kembali ke Negara mereka tanpa bisa dihalangi, Aksesibilitas yang ada termasuk traspotasi belum memadai. Dapat dilihat dari kurangnya speedboat di daerah tujuan wisata ini dapat membuat wisatawan merasa kurang nyaman.

2.      Sumber Daya Manusia
     Kurangnya pendidikan dan pelatihan dari pelaku pariwisata kepada masyarakat sekitar membuat SDM yang ada tidak digunakan. Sehingga, resort yang ada di pulau kadidiri memperkerjakan karyawan yang tidak berasal dari masyarakat. Akibatnya masyarakat hanya menjadi obyek bukan menjadi subyek.


3.      Promosi
Sayangnya, daya tarik wisata yang begitu indah dan menarik ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat khususnya masyarakat di Indonesia. Karena minimnya promosi yang dilakukan, banyak wisatawan yang datang di pulau ini berasal dari mancanegara karena inverstor di pulau tersebut berasal dari luar Indonesia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Pembangunan pariwisata yang bekelanjutan dapat dikenali melalui prinsip – prinsipnya antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1.      Partisipasi

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta megembangkan tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pegelolaan daya tarik wisata.


2.      Keikutserataan Para Pelaku/Stakeholder Involvement

Meliputi institusi LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelaan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.

3.      Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, resort, restoran, dsb. Seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para bisnis/wirausahaan setempat benar-benar dibutuhkan untuk kepemilikan lokal. Contohnya pemilik hotel/resort berasal dari masyarakat lokal.

4.      Pengguna Sumber Daya yang Berkelanjutan
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam atau buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria  standar internasional.

5.      Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat dapat dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung, tempat, dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

6.      Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Skala da tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (Limits of acceptable use).

7.      Monitor dan Evaluasi
Mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegaiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangakn tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.

8.      Akuntabilitas
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.

9.      Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan prrogram-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariisata berkeanjutan manajemen perhotelan/resort, dsb.

10.  Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter landscape, sense of place, dan identitas masyarakat setempat untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung/wisatawan.


3.2           Kesimpulan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada generasi ini agar dapat dinikmati untuk generasi yang akan datang.

“ Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang atinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)

Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan  dalam piagam pariwisata berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya pembangunn berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.

Dalam kasus masalah yang timbul di Daerah Tujuan Wisata Kepulauan Togean ini, diharapkan dapat menerapkan saran-saran pada pembahasan sebelumnya agar  menerapkan community base tourism yang melibatkan masyarakat ikut serta dalam kegiatan pariwisata agar masyarakat sekitar dapat hidup sejahtera dan masalah-masalah lain yang terkait dengan pengelola daerah tujuan wisata tersebut dapat segera diatasi oleh pemerintah agar kebocoran yang dimaksud tidak berlagsung lama dan menimbulkan kerugian yang besar.





DAFTAR PUSAKA

You Might Also Like

0 Comments